Jejak Aluvial Jakenan: Ketika Tanah, Pemukiman, dan Mata Pencaharian Berkelindan
Jejak Aluvial Jakenan: Ketika Tanah, Pemukiman, dan Mata Pencaharian Berkelindan
Oleh: Hanita Zulfa
Peneliti Lapisan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Mata Pencaharian
Ds. Karangrejo Dk. Karangboyo, Juwana, Pati, Jawa Tengah
SMA NEGERI 1 JAKENAN kelas XII F-6.
Jakenan, sebuah kecamatan di Pati, Jawa Tengah . menyajikan lanskap unik yang terbentuk oleh tanah aluvial. Tanah hasil pengendapan pelapukan batuan ini menjadi fondasi kehidupan masyarakat, mempengaruhi pola organisasi, mata pencaharian, hingga perkembangan wilayah.
Karakteristik Tanah Aluvial Jakenan
Berbeda dengan tanah ideal yang memiliki lapisan organik (O) dan topsoil (A), tanah di Jakenan didominasi lapisan B (subsoil) dan C (regolith) . Tanah berwarna kuning kecoklatan ini terasa padat seperti batu saat kemarau, namun berubah licin saat hujan. Kondisi ini mempengaruhi jenis budidaya yang dapat dilakukan.
“Saat musim hujan, kami menanam padi dua kali setahun. Tapi saat kemarau, baru bisa menanam kacang atau tembakau,” ujar Hanita Zulfa, seorang siswa SMA yang fokus meneliti lapisan tanah di Jakenan.
Tantangan dan Adaptasi
Karakteristik tanah aluvial ini membawa tantangan tersendiri Saat musim hujan, banjir menjadi momok yang mengancam tanaman padi. Serangan hama wereng pun tak jarang melengkapi penderitaan petani. Di sisi lain, musim kemarau menghadirkan masalah kelangkaan udara.
Namun, masyarakat Jakenan tidak menyerah pada keadaan. Mereka beradaptasi dengan kondisi alam yang ada. Selain padi, mereka membudidayakan kacang dan tembakau sebagai tanaman alternatif saat musim kemarau.
Pola Pemukiman dan Aksesibilitas
Pola pemukiman di Jakenan cenderung mengikuti ketersediaan akses jalan, transportasi, ikatan keluarga, dan tentu saja, sumber daya sawah. Hal ini terlihat dari kantong-kantong organisasiseperti Tambahmulyo yang memiliki wilayah luas, sawah yang banyak, dan beragam usaha baru.
Pola hidup di sini lebih ketat. Sederhana saat di rumah, tapi agak mewah saat makan di luar, ungkap Hanita. Kepemilikan sepeda motor dan mobil menjadi alat bantu, terutama bagi anak-anak sekolah yang menggunakannya sebagai alat transportasi utama.
Transformasi Ekonomi dan Impian Generasi Muda
Mata pencaharian utama masyarakat Jakenan masih bertumpu pada pertanian. Namun, anak-anak muda kini memiliki impian yang lebih luas. Merantau ke luar negeri, seperti Jepang dan Korea, menjadi jalan pintas untuk mengumpulkan modal dan membangun usaha sendiri di kampung halaman. Usaha di bidang peternakan dan penyewaan alat berat menjadi pilihan investasi yang populer.
Perkembangan wilayah pun mulai terlihat. Di Desa Tambahmulyo, harga melonjak signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Rencana pembangunan rumah sakit Bhayangkara juga menjadi katalisator perkembangan wilayah ini, menghubungkannya dengan kecamatan Winong dan Jaken. Pasar Tradisional dan Kuliner Lokal
Dorongan ekonomi Jakenan terasa di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Glonggong, Pasar Batur, dan Pasar Jakenan. Pasar Glonggong menjadi tempat petani menjual hasil panen dari sawah aluvial mereka. Para pedagang keliling (bakul treng) kemudian menjualnya kembali di pasar-pasar lain.
Soal kuliner, masyarakat Jakenan lebih memilih membeli sarapan di warung. Namun, untuk makan siang dan makan malam, mereka masih memasak sendiri di rumah.
Mitigasi Bencana dan Adaptasi Berkelanjutan. Masyarakat Jakenan terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah banjir dan kekeringan . Mitigasi bencana menjadi solusi, terutama di wilayah rawan banjir seperti Glonggong dan Tondomulyo .Dengan semangat adaptasi dan inovasi, masyarakat Jakenan terus berjuang untuk memakmurkan diri di tengah tantangan dan potensi yang dihadirkan oleh tanah aluvial. Jejak aluvial ini tidak hanya membentuk lanskap fisik, tetapi juga membentuk karakter dan kehidupan masyarakat Jakenan.
Artikel ini dapat dihubungkan dengan penelitian Mulyadi dari Balai Penelitian Lingkungan Pertanian yang meneliti Sub-DAS Juwana, termasuk wilayah Jakenan, terkait kadar logam berat pada tanah 8 . Selain itu, penelitian Rifan dan Arianto tentang kinerja kerusakan jalan di ruas Jakenan-Winong juga relevan, menyoroti dampak tanah aluvial terhadap infrastruktur.